Rabu, 29 Oktober 2008

reuni




SVCD ini dipersembahkan untuk teman-teman alumni SMUNDA 2000

Sabtu, 18 Oktober 2008

...

Rabbi....
ini yang terakhir...
sungguh...
dan aku tak tahu lagi...
setelah ini...
apakah masih KAU sisakan...
sebutir kekuatan...
...
...
...

Kamis, 09 Oktober 2008

SANG MURRABI

KLIK HERE, PLEASE!! http://jembatandunia.blogspot.com/2008/05/sang-murrabi.html

Senin, 06 Oktober 2008

REUNI

Hidup ini berfase. Ada tahap-tahapnya. Aku tahu itu, misalnya dari kecil lalu tumbuh menjadi besar, dari kanak-kanak menjadi dewasa. Ada perkembangan biologis dan psikologis yang menyertainya. Ya, aku tahu itu. Kadangkala ada orang-orang yang menertawakan proses itu. Tapi biar saja. Aku tak peduli. Aku menikmatinya. Menikmati proses-proses itu dan menyerap sebanyak mungkin pelajaran darinya. Bukankah Tuhan menyuruh kita belajar sepanjang hidup?

Seperti ketika orang bertemu dengan teman-teman lamanya dalam sebuah perlehatan reuni akbar atau sekedar silaturahim kecil-kecilan. Sejenak melupakan persoalan yang tengah dihadapinya kini dan mengharu biru dalam secuil kenangan masa silam. Bercengkerama dalam gelak tawa dan canda yang lebih elegan pastinya sebab pemikiran pun bermetamorfosis lebih sempurna. Apa salahnya? Dari sana juga banyak pelajaran yang bisa diambil tidak sekedar dikenang. Jika hidup hari ini harus dilanjutkan, memang seharusnya demikian. Masa lalu tidak selamanya harus dibuang dan dilupakan. Masa lalu yang tidak sepenuhnya indah pun juga masih bisa diperbaiki dengan memperbaiki cara pandangnya. Dan kalau mau jujur bukankah ruang hati kita terlalu luas untuk sekedar diisi oleh peristiwa hari ini? Bukankah personil-personil masa lalu itu juga masih menempati sebagian ruangnya, bahkan kadang tak terganti. Terlepas dari slogan yang menempel padanya ‘benci’ atau ‘sayang’. Ah, yang benar saja jika ada orang yang sepenuhnya bisa membabat habis rasa sampai menjadi tak berasa. Kalau kita melibatkan hati dalam setiap empati, rasanya tak mudah mengubah yang berisi menjadi kosong kembali. Terlebih bila empati itu dititipkan pada Sang Maha Menjaga, bisa diambil kapan saja tanpa perlu merasa luka.

Aku pernah membaca bab bernama persahabatan. Aku kini lebih senang membahasnya dalam tema ‘persaudaraan’. Di sana ada point berjudul ITSAR, dilanjutkan dengan KELAPANGAN HATI, lalu KEIKHLASAN dan ternyata berujung pada CINTA pada-NYA.

Hidup itu…Subhanallah, kataku pada akhirnya. Kadangkala, sungguh canda tawa itu diperlukan agar hidup ini tak melulu belukar. Terimakasih ya Rabb, atas rezekiMU..baik berupa uang, makanan, kesehatan, keluarga, sahabat-sahabat yang baik, ketentraman hati, kemudahan untuk beramal sholeh dan ampuni jika kami masih menanyakan keadilan dan mengeluhkan dari sedikit yang ENGKAU ujikan pada kami.

Beragam kabar tentunya saat menyapa beragam saudara, tapi syukur semoga senantiasa mengakar dalam untaian lisan yang terlepas hingga berujud doa yang demikian indah dimohonkan padaNya. Doa yang menjadi satu-satunya penyangga saat ikhtiar serasa tak lagi bertenaga. Doa juga yang masih mungkin dipersembahkan saat salam enggan bersahut atau raga tak dapat bersua sebab jarak yang menjadi pemisah atau kabar yang hilang jejak.

Pergiliran roda kehidupan itu kini terbaca nyata di hadapanku, tak sekedar membacanya tapi kemudian membuatku berfikir lebih jauh bahwa setiap saat kita mesti bersiap berada di posisi mana pun dengan kesabaran dan kesyukuran. Saat bahagia siap dibagi atau pun saat duka siap direguk maknanya. Akan sama indahnya tatkala diresapi dengan kebeningan hati bahwa Allah Mencintai setiap hambaNya.