Rabu, 30 Juli 2008

Begitulah Kata-Kata Menunjukkan siapa dirimu...

Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima
Menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri
Di telan deru kotamu

Sebait lirik lagu bertitle Jogjakarta di atas kerapkali masih kudendangkan. Jogja, sampai hari ini masih begitu lekat dalam hati. Tak terkelupas sedikitpun sekalipun segala yang kudapati hari ini di tempatku kini mungkin jauh lebih banyak. Selalu ada setumpuk cerita tiap kali mengingatnya. Kau tahu kawan? Di antara sederet kekecewaan adalah ketika orang terdekat kita melupakan kita terlepas dari kesengajaan atau tidaknya dia. Sekilas tampaknya aku telalu egois berpendapat seperti ini. Tapi mengartikan kehilangan sama artinya dengan mengartikan kebaikan bukan?

Kebaikan itu defenitif dan bukan referensi. Defenitif itu bersinergi dengan waktu, dimana orang baru bisa mendefenisikan sesuatu setelah sampai pada tahap memahami, tidak sekedar menghafal referensi. Maka kebaikan akan kehilangan defenisinya setiap kali turun gradenya dari paham menjadi sekedar tahu atau bahkan menjadi kurang tahu dan pada akhirnya lupa. Maka sama artinya juga defenitif itu berarti memelihara makna.

Ketika seorang sahabat bercerita dalam tulisannya yang indah tentang arti seorang sahabat baginya, hatiku buncah. Kucoba meraba hatinya tentang bagaimana sudut pandangnya terhadap kehidupan hingga dimana ia menampatkan orang-orang di sekitarnya di dalam hatinya. ia menulis di tengah-tengah kesibukannya menjadi ibu, menjadi istri sekaligus menjadi wanita karier. Tak banyak yang sepertinya di mana ia masih memiliki segudang empati di tengah persoalannya sendiri. Tapi begitulah bila hati yang berperan dalam membingkai kehidupan, maka yang mengalir adalah keindahan. dan begitulah ia yang menggulirkan kata-katanya dalam larik-larik cerita atau dalam bait-bait puisinya, sederhana namun karena ia berbahasa dengan hatinya maka demikianlah kata-kata itu menunjukkan siapa dirinya. Thanks ya, friend... for all.
Bercerita tentang sahabat... aku jadi teringat tentang grade of interaktion in Islam. Rasanya aku tidak akan menempatkanmu sebagai sahabat, sebab engkau memiliki tempat yang lebih dari itu bagiku. Ketika Islam menyadarkanku akan ukhuwah, maka aku seketika itu mengambilmu sebagai saudara. sebab kita dipersaudarakan oleh Islam, dan kuyakin karena sebab itu pula yang menuntun hati-hati kita untuk bertemu dalam bahasa yang sama, memperjuangkan hal yang sama, membela hal yang sama, meski mungkin dengan jalan yang berbeda. Dari sana kita menjadi tahu lebih banyak tentang hidup kita hari ini yang tidak akan sekedar kita jalani lalu kita lupakan. Tapi juga akan kita isi untuk jutaan hal yang bermanfaat dan bagi indahnya hidup sesudah hidup di dunia ini. Barangkali engkau tak sadar telah menyadarkanku tentang ini sebab kau tidak pernah menggurui. Karenanya aku belajar banyak tentang berbicara, memberi dan menjadi berarti. Semoga suatu saat kau temukan tulisan ini, dan kau akan tahu betapa aku menyayangimu sebagai saudaraku.

invisible meaning

Bagaimana bisa kau hijaukan seresah
Bila daunmu meranggas
Bagaimana mungkin kau sirami gersang pematang
Bila tubuhmu layu
Bagaimana bisa kau ceritakan tentang hujan
Bila kemarau tak berkesudahan

Sementara air matamu saja kian deras
Mengalirkan pupus harapan
Dan
Ketika kau terkapar
Sekarat dalam entah
Mereka belum mengerti
Tak pernah tahu akan lukamu
Kau rasa sendiri

Duhai hati…tabahlah
Sejenak sandarkanlah lelah
Pada kemahaanNYA

Senja Itu Jingga

Jogja terlihat merah dalam tatapku kala itu


Seketika merona putih saat air wudhu

membasuh semburat wajahmu yang letih…

Dan kerlingmu yang ‘tabah’ tak bisa kulupa

Meski senyummu masih saja bicara

tentang inginmu tuk bahasakan krama

Aku mengerti,

Bahwa dadamu buncah tangis

Sebab sekerat beban menoreh payah langkahmu

Aku hanya bisa menepuk pundakmu dalam sekantung doa

Agar kita mampu tuntaskan amanah

Aku bangga padamu

‘sabarlah’

Kita memang sedang belajar dewasa

Menjadi orang tua

Dan,

Senja jadi jingga dalam tatapku

Ketika matahari sempurna kembali

Mari, kita pulang dulu

Hempaskan penat.

Minggu, 27 Juli 2008

Partikel Saja...

"Jelaskan perbedaan antara susunan partikel zat padat dengan zat cair", kalimat itu pernah kusampaikan sebagai pembuka pelajaran tentang Zat dan Partikel. Aku ingin mereka tidak sekedar tahu perbedaannya tapi lebih dari itu aku ingin mereka juga memahami filosofinya. Itu pemikiranku suatu kali ketika mengajar Fisika di hadapan murid-muridku.
Ketika hari ini aku mendapati fenomena itu dalam satu sisi kehidupanku, aku merasa bertanggung jawab untuk tidak sekedar pandai bicara. Dan begitulah, kawan, salah satu konsekuensi menjadi guru.
"Rasanya kok, kita semua semakin jauh, ya..Ukht". Begitu ungkapan hati seorang saudari yang sebenarnya sama persis dengan yang kurasakan. Aku juga tak mengerti kenapa hidup begitu mudah berubah dari waktu ke waktu. Entah aku yang jauh tertinggal atau...justru aku semakin lari menjauh, sementara jasad ini tetap berada di sini. Tiga tahun ini rasanya tidak terlalu lama untuk kita lalui bukan? tapi ternyata tiga tahun ini sudah mengubah banyak hal dari kita.
Ya, aku bisa memahami ketika sebagian kita harus pergi satu per satu untuk berbagai alasan dan sebagian kita tetap di sini karena memang tidak punya alasan untuk pergi. Tapi haruskah keputusan-keputusan kita membuat kita kehilangan energi untuk mengusung tujuan besar kita? Entah kita lupa atau barangkali hanya aku yang sedang terlena, tapi kurasakan gerak kita makin tak berasa. Terkadang, miris hatiku bila mengingat semangat menggebu kita dulu. Barangkali jika kita dulu demikian banyak bisa berbuat, itu adalah karena kita memiliki ruh yang terjaga, pemikiran yang tertata dan niat yang kokoh. Entahlah kini... aku tak berani mengklaimnya. Entah, apa hanya aku yang kehilangan semangat itu atau kita semua sudah kehilangan nyali.
Aku tak tahu harus bicara pada siapa selain bercerita panjang lebar padaNYA pada penghujung malam-malamku yang semakin sepi sebab tak ada lagi tahajjud calling yang biasa kudapati darihandphoneku. Ah, dunia...ternyata seringkali kita terperangkap di dalamnya. Dan aku bertanya, kemana kita pergi???
Mestinya kita semakin kokoh bila maisyah semakin kukuh. Sebagaimana gempita doa kita saat mendapatkannya: semoga barokah. Begitu pun setiap kali di antara kita menikah, terusung doa:barakallah..dan selanjutnya terbayang betapa makin kuatnya barisan kita mengusung namaNYA. Atau bahkan kita semestinya tidak peduli, dan justru bersyukur setiap kali musibah menghampiri sebagai bagian dari wujud cintaNYA mengingatkan kita, mempererat kita atau menambah kesabaran kita, sebagaimana Ummu Hani tetap tenang saat kehilangan putera-putranya. Aku tak mengerti kawan, bagian mana kita sekarang?
Ya..barangkali aku saja yang terlalu melankolis memaknai semua. tetapi jujur, sebab aku mencintai perjuangan ini, maka aku mengenang kebersamaan yang memudar itu. sebab aku mencintaiNYA dan sebab aku mencintai kalian semua karenaNYA.
Atau kita cukuplah berbicara sederhana saja bahwa sebagaimana fenomena Fisika: Partikel-partikel benda padat tersusun rapi dan rapat sehingga kemungkinan gerak antara partikelnya sangat kecil kecuali bergerak bersama-sama, sementara partikel benda cair jaraknya berjauahan dan keterikannya lebih kecil sehingga kemungkinan pergerakan antara partikelnya lebih besar. karenanya juga benda cair bisa berubah wujud sesuai tempatnya".
Lalu kita?
Mungkin memang ada baiknya bila aku menikmati masa-masa inis ebagai masa kontemplasi, sebagaimana juga aku menemukan banyak hal indah dalam sisi kehidupan yang lain. Bahwa ternyata cinta begitu universal. Bahwa ternyata begitu banyak hal indah di sekelilingku yang terabaikan selama ini. Tapi... aku masih berharap kita kembali menemukan jalan untuk menghimpun yang terserak dari keping semangat, niat dan energi yang tersisa. Bahwa kita tidak akan pernah kehilangan arah betapapun sulit menapakkan kembali.

Bila Hanya Partikel...

"Apa perbedaan susunan partikel zat padat dan zat cair?", pertanyaan itu kulontarkan kepada murid-muridku sebagai pembuka pelajaran tentang Zat dan Partikel. Lebih dari itu, ku ingin mereka tidak sekedar tahu perbedaannya tapi juga memahami filosofinya. Itu pemikiranku suatu hari ketika mengajarkan salah satu bab dari pelajaran Fisika.

Jumat, 18 Juli 2008

MY PRAYER

Doa
Alloh kuatkan imanku
Dalam kehidupan ini
Penuh tantangan dan jua rintangan
Mudahkanlah tempuhi jalanku
Sesekali terjebak dalam naungan dosaT
erasa hilang jiwaku
Alloh kutahu cintamu
Kau berikan nikmat melimpah
Setiap saat tiada terputus
Namunku jarang mensyukuri
Kusadari semua nafsu telah menipu
Hingga kulupakan cinta-Mu
Ya Alloh dunia menipuku
Indahnya palingkan mata
Terjebak aku dalam
syukurku pada-Mu
Ya Alloh tuhanku ampuilah
lurus jalanku ini
Alloh betapa indahnya
Bila hidup dalam petunjuk-Mu
Ya Alloh tuhanku ampunkan dosaku
Agar lurus jalanku ini
Alloh betapa indahnya
Bila hidup dalam petunjuk-Mu
Namun kusadari betapa beratnya
Untuk mendapatkan semua itu
Kutiada daya tanpa pesona-Mu
Wahai Tuhanku Yang Kuasa
Ya Allohu Ya Rohman
Pintaku hanya kepada-Mu
Kembalikan semua ghirahku
Menuju jalan-Mu yang satu
Tiada daya kuatnya jiwa hampa
Ridho-Mu Ya Alloh
Ridho-Mu Ya Alloh
Alloh kutahu maksud-Mu
Kau ciptakan semua ini
Untuk beribadah dan taat pada-Mu
namun ku sering melalaikan
Ya Alloh tuhakuAmpunkan dosaku
Agar hidupku selamat
Allohu Alloh Yaa Allohu
Ya Alloh Allohu Yaa Rohiim
Allohu Ya Rohiim
Allohu Yaa Rohman
Allohu Ya Rohiim