"Ada yang bilang waktu adalah obat yang paling mujarab dalam menyembuhkan luka. Tapi kenapa begitu banyak kenangan dan memoar yang dituliskan? Kenapa kuburan terus dipenuhi peziarah, mengenang yang sudah tiada? waktu ternyata tidak pernah bisa menghilangkan racun kesedihan. Membuatnya jadi tertahankan, iya. Tapi pedihnya akan tetap nyata. Dan masing-masing kita yang sudah terkena racun kesedihan menjadi manusia dengan racun yang masih bergerak dan berputar-putar mengalir bersama oksigen dalam darah. Terus ada di sana tanpa bisa hilang. Waktu hanya seperti adrenalin dosis tinggi yang membuat kita melupakan rasa sakit untuk beberapa saat yang membuat kita bisa terus melangkah."
Tulisan di atas pernah ditemukan oleh seorang sahabat pada sebuah artikel dan kemudian dikirimkannya padaku. Seuntai paragraf yang seketika menjawab gamang pertanyaanku selama ini 'kenapa ketegaran bisa runtuh sewaktu-waktu?'. Ternyata begitulah waktu. Waktu bukanlah saluran panjang serupa paralon yang kokoh, bisa dibersihkan hingga kita bisa memilih bagian mana dari kehidupan ini yang harus didelete. Tapi waktu adalah bentangan yang tak tergambarkan. Segala reaksi bisa terjadi di dalamnya, segala unsur bisa berkecamuk di dalamnya. dan segala yang tak mungkin bisa menjadi mungkin. Yang terlupakan bisa kembali nyata. Yang tak ada bisa hadir tiba-tiba. Pun bila tekanan udara sedang tidak bersahabat berubah menjadi angin puyuh, sekuat apapun kita berdiri di dalamnya sesekali bisa roboh atau paling tidak patah atau paling tidak lagi adalah retak.
Kalau waktu bisa dipilah-pilah, bahasan yang paling mungkin hanyalah berupa kolase waktu. Potongan-potongan cerita kehidupan dalam rentang tertentu dan tak pernah terselesaikan. Seperti ketika kita bercerita tentang kejadian di rumah tadi pagi lalu pada kesempatan lain akan bercerita tentang tempat yang berbeda dengan kejadian yang berbeda pula. Isi cerita itu sendiri kebanyakan hanyalah persepsi kita sendiri yang menceritakan. Kesimpulan sepihak yang dengan keterpaksaan orang lain untuk mengiyakannya dengan beragam alasan.
Berada pada satu kolase waktu beragam rasanya. Pada kondisi yang kita sepakati mungkin waktu akan berjalan sangat cepat. Tetapi sebaliknya berada pada kondisi yang menjengkelkan akan membuat waktu berjalan sangat lambat. Sebagai pelaku kehidupan, kita tidak pernah bisa memilih kolase waktu mana yang akan kita temui. Kita hanya berusaha menciptakan satu reaksi yang nyaman dengan memaksimalkan adrenalin penahan rasa sakit sampai pada batas waktu tertentu. Adrenalin itu bernama 'syukur' dan 'positif thinkinkg'. Tanpa keduanya, hidup hanyalah deretan kesuraman yang jenuh rasa sakit. Maka berusaha keraslah kita mendapatkan kesyukuran itu dengan terus mendekat pada Sang Maha Kuasa. Menumbuhkan optimisme yang sewaktu-waktu bisa layu dengan fikiran positif.
Menyadari keegoisan waktu yang ternyata hanya berjalan searah dengan skenario mutlak yang mau tidak mau harus kita hadapi, sepertinya kita pun tidak mampu berbuat banyak kecuali menyerahkan diri sepenuhnya kepada Sang Maha Pengatur kehidupan, penentu Maha Sempurna. Berharap bahwa kesetiaan kita padaNya berbuah kasih sayang dan pertolonganNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar