Terik menelisik lautan untuk menguapkan angin
menelusur selasar jembatan yang mengungkunginya
menuduh konveksi air di dalam lautan mengaruskan air ke hilir
sementara di hulu pun tak lebih adalah
perputaran yang memusingkan ikan-ikan payau
lelah berpindah habitat bila pasang tiba
atau surut menyeret-nyeret raga kembali ke muara
pada suatu perbani yang berat
buat perjalanan sepasang roda motor
berlimpahan becek dan
basah kuyup diguyur cucuran langit
seorang manusia terkapar
'penat'
membuncahkan angan
demi sebuah pengabdian yang mengalir sendiri
menggulirkan tanya pada bumi yang bergolak
"Siapa yang mau ku ajak serta membangun peradaban?
meski tuan-tuan tanah telah menanaminya dengan
ambisi ketuhanan yang memiskinkan yang telah miskin?"
pada saat perbani telah berlalu
'penat' itu berkelebat pergi
tapi sejauh ini ia masih menanti
sepasang tangan atau mungkin lebih menyambutnya
mendirikan tenda-tenda darurat
di atas semak belukar yang telah terbakar
mencipta ekosistem suksesi
ia tawarkan sebentuk 'ketulusan'
tapi sedemikian berkabutkah penglihatan?
hingga kepercayaan tinggal nyali
yang terendap dan mati.
Kamis, 12 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar