Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima
Menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri
Di telan deru kotamu
Sebait lirik lagu bertitle Jogjakarta di atas kerapkali masih kudendangkan. Jogja, sampai hari ini masih begitu lekat dalam hati. Tak terkelupas sedikitpun sekalipun segala yang kudapati hari ini di tempatku kini mungkin jauh lebih banyak. Selalu ada setumpuk cerita tiap kali mengingatnya. Kau tahu kawan? Di antara sederet kekecewaan adalah ketika orang terdekat kita melupakan kita terlepas dari kesengajaan atau tidaknya dia. Sekilas tampaknya aku telalu egois berpendapat seperti ini. Tapi mengartikan kehilangan sama artinya dengan mengartikan kebaikan bukan?
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima
Menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri
Di telan deru kotamu
Sebait lirik lagu bertitle Jogjakarta di atas kerapkali masih kudendangkan. Jogja, sampai hari ini masih begitu lekat dalam hati. Tak terkelupas sedikitpun sekalipun segala yang kudapati hari ini di tempatku kini mungkin jauh lebih banyak. Selalu ada setumpuk cerita tiap kali mengingatnya. Kau tahu kawan? Di antara sederet kekecewaan adalah ketika orang terdekat kita melupakan kita terlepas dari kesengajaan atau tidaknya dia. Sekilas tampaknya aku telalu egois berpendapat seperti ini. Tapi mengartikan kehilangan sama artinya dengan mengartikan kebaikan bukan?
Kebaikan itu defenitif dan bukan referensi. Defenitif itu bersinergi dengan waktu, dimana orang baru bisa mendefenisikan sesuatu setelah sampai pada tahap memahami, tidak sekedar menghafal referensi. Maka kebaikan akan kehilangan defenisinya setiap kali turun gradenya dari paham menjadi sekedar tahu atau bahkan menjadi kurang tahu dan pada akhirnya lupa. Maka sama artinya juga defenitif itu berarti memelihara makna.
Ketika seorang sahabat bercerita dalam tulisannya yang indah tentang arti seorang sahabat baginya, hatiku buncah. Kucoba meraba hatinya tentang bagaimana sudut pandangnya terhadap kehidupan hingga dimana ia menampatkan orang-orang di sekitarnya di dalam hatinya. ia menulis di tengah-tengah kesibukannya menjadi ibu, menjadi istri sekaligus menjadi wanita karier. Tak banyak yang sepertinya di mana ia masih memiliki segudang empati di tengah persoalannya sendiri. Tapi begitulah bila hati yang berperan dalam membingkai kehidupan, maka yang mengalir adalah keindahan. dan begitulah ia yang menggulirkan kata-katanya dalam larik-larik cerita atau dalam bait-bait puisinya, sederhana namun karena ia berbahasa dengan hatinya maka demikianlah kata-kata itu menunjukkan siapa dirinya. Thanks ya, friend... for all.
Bercerita tentang sahabat... aku jadi teringat tentang grade of interaktion in Islam. Rasanya aku tidak akan menempatkanmu sebagai sahabat, sebab engkau memiliki tempat yang lebih dari itu bagiku. Ketika Islam menyadarkanku akan ukhuwah, maka aku seketika itu mengambilmu sebagai saudara. sebab kita dipersaudarakan oleh Islam, dan kuyakin karena sebab itu pula yang menuntun hati-hati kita untuk bertemu dalam bahasa yang sama, memperjuangkan hal yang sama, membela hal yang sama, meski mungkin dengan jalan yang berbeda. Dari sana kita menjadi tahu lebih banyak tentang hidup kita hari ini yang tidak akan sekedar kita jalani lalu kita lupakan. Tapi juga akan kita isi untuk jutaan hal yang bermanfaat dan bagi indahnya hidup sesudah hidup di dunia ini. Barangkali engkau tak sadar telah menyadarkanku tentang ini sebab kau tidak pernah menggurui. Karenanya aku belajar banyak tentang berbicara, memberi dan menjadi berarti. Semoga suatu saat kau temukan tulisan ini, dan kau akan tahu betapa aku menyayangimu sebagai saudaraku.
2 komentar:
jadi inget masa2 di jogja nih tan...one day qt ulang lagi yuk...
Akhirnya kau temukan tulisan ini, fa. One day we must review thats moment.
Posting Komentar